Skip to main content

Menggali Munali, Mengobarkan Api Remo

 

Dengan totalitas menjadi insan seni

membangun cinta budaya sendiri

meski modernitas kemajuan zaman

mencengkeram adiluhung kebudayaan

 

gigih mempertahankan tradisi

adalah langkah yang luhur budi

 

Semangat Munali Patah tak pernah patah,

Remo dan Munali tak pernah pergi

                                                  (Nur Aziz Asmuni, 04 September 2022)

Sebuah festival seni dilangsungkan di Kabupaten Sidoarjo. Festival itu bernama Munali Patah. Munali, seorang maestro tari remo yang berasal dari Desa Banjar Kemantren, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Dalam dunia seni Sidoarjo, Munali Patah merupakan seorang legenda seni dalam arti yang sebenar-benarnya. Sepanjang hayatnya, ia hidup dan menghidupi Ludruk. Ia inovator dan kreator seni dengan mencipta gaya tari remo bernama Remo Munali Patah. Ia juga seorang koreografer ulung dengan karya cipta tarinya yang bertajuk Tari Cokronegoro, tarian khas Sidoarjo. Dengan senjata alat-alat keseniannya: gongseng di kaki, sampur di tangan dan udeng di kepala; Munali Patah gigih melestarikan dan menghidupi kesenian rakyat hingga akhir hayat.

Buku Munali Patah Pahlawan Seni dari Sidoarjo menceritakan bahwa Munali Patah lahir dari rahim ludruk karena keluarganya adalah seniman ludruk. Sejak sebelum kemerdekaan republik, Munali telah bermain ludruk. Dengan ludruk, ia memperjuangkan kemerdekaan ketika ia bergabung dengan grup Alap-Alap, gerakan pembela kemerdekaan. Setim dengan Cak Durasim, seniman legendaris Surabaya. Munali Patah selama hidupnya secara total tenggelam dalam seni ludruk: kecil belajar ludruk, remaja dan dewasa bermain dalam berbagai kelompok ludruk, dan tua mengajar ludruk bagi generasi selanjutnya.

Nama Munali Patah menjulang tinggi saat ia melakukan gebrakan pembaharuan kreasi pada tari remo, tarian yang menjadi bagian dari pentas ludruk. Gebrakan-gebrakan ini berasal dari kegelisahan hatinya akan ancaman kepunahan Tari Remo. Maka, ia beradaptasi dengan zaman dengan melahirkan gaya baru tari remo, yaitu Ngremo Munali Patah. Karya cipta ini diakui oleh banyak seniman dan kalangan sebagai langkah cerdas untuk menyelamatkan tari remo sekaligus memperluas jangkauan tari remo pada khalayak yang lebih lebar.

Pertama, ia memisahkan tari remo dari ludruk. Dulu, tari remo hanya dapat dipentaskan bersama ludruk. Munali Patah menyebut tari remo dalam ludruk sebagai gado-gado busuk yang tak dapat dimakan. Remo harus dipisahkan dari ludruk, prinsip Munali Patah. Kemudian, Munali Patah mengajukan ide bahwa tari remo bisa berdiri sebagai pementasan tersendiri yang mandiri. Hasilnya, tari remo dapat dipentaskan pada dua kondisi: saat pementasan ludruk atau pun pertunjukan tanpa ludruk. Hal ini mengakibatkan tari remo dapat dipentaskan dalam spketrum kebudayaan yang lebih luas daripada saat masih digabung dengan ludruk. Tari remo pun dapat diajarkan kepada orang-orang di luar ludruk seperti sanggar tari dan sekolah-sekolah kesenian.

Kedua, Munali Patah memadatkan tari remo menjadi 10 menit yang awalnya dipentaskan selama 60 menit. Munali merasa bahwa tari Remo yang lengkap terasa terlalu lama dan panjang dalam penyajiannya. Dengan pemadatan ini, Tari Remo Munali menjadi lebih mudah untuk dipelajari dan dipentaskan. Munali Patah dalam buku Munali Patah Pahlawan Seni dari Sidoarjo menyebutkan bahwa tari remo ala Munali bercirikan sikap adeg dengan tumpuan badan pada kedua pencak.

Pesan dari Festival Seni Munali Patah

Dengan seabrek pengabdian, dedikasi dan jasa Munali Patah pada dunia kesenian, Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) menggelar festival seni dengan menyematkan nama beliau.  Festival Seni Munali Patah (FSMP) 2022 sebagai nama resmi pagelaran ini. Menggunakan nama Munali Patah, festival ini tentunya bertujuan untuk mengenalkan sejarah, kiprah dan sepak terjang Munali Patah sebagai pahlawan seni yang bertungkul lumus dengan ludruk, mengkreasikan tari remo, dan mencipta tari cokronegoro kepada para pegiat seni, generasi muda dan masyarakat Sidoarjo.

Festival ini berlangsung selama satu minggu: mulai tanggal 4 hingga 10 September 2022. Berlangsung di dua tempat, yakni Dekesda Art Center, Jl. Erlangga 67 Sidoarjo dan halaman parkir Mal Pelayanan Publik (MPP) Sidoarjo, di Jalan Lingkar Timur Sidoarjo.

Selama satu minggu penuh, FSMP 2022 menyuguhkan penampilan-penampilan dari berbagai ragam seni. Pertunjukan tersebut adalah tari remo Munali Patah, tari cross culture, banjari, ludruk, karawitan, jaranan, musikalisasi puisi, musik patrol, orasi kebudayaan, orkestra biola, teater, bazaar buku, seni instalasi, dan beberapa pertunjukan seni lain. Selain menampilkan ragam seni, FSMP 2022 juga menggelar malam apresiasi yang berupa pemberian penghargaan kepada para seniman Sidoarjo yang mempunyai dedikasi kuat untuk mencurahkan seluruh kehidupannya di bidang seni budaya.


Uriyati, anak Munali Patah, menampilkan Tari Remo (Dok. Dekesda)

Festival Seni Munali Patah bertema “Gedruk Gongseng Bertalu”. Gongseng secara literal merupakan gelang lonceng kecil yang dipasang di pergelangan kaki. Dalam tari remo, gongseng akan berbunyi mengiringi gerakan kaki sang penari yang rancak dan dinamis. Dan tentunya gerakan kaki akan berpadu dengan iringan musiknya. Gongseng, menurut Ramadhani (2020) adalah unsur tata busana yang penting pada penari remo selain juga terdapat unsur-unsur lain seperti udeng (ikat kepala), baju lengan panjang, celana bludru, kace, pols deker, sabuk, kamus timang, boro-boro, kain jarik, rapek, giwang (anting-anting) dan sampur.

Arti harfiah dari gedruk adalah hentakan. Gerak kaki yang dihentakkan ke bumi. Dalam buku Munali Patah Pahlawan Seni dari Sidoarjo (2011) disebutkan bahwa gedruk adalah salah satu gerakan khas tari remo yang berupa gerakan tumit kanan dimainkan ke atas dan ke bawah. Bertalu dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti terus menerus tiada henti-henti atau tidak putus-putus. Tema besar “Gedruk Gongseng Bertalu” ini menggambarkan tari remo dengan gerakan kaki yang dihentakkan ke tanah hingga gongseng (lonceng) berbunyi bertalu-talu bersama dengan alunan irama musikal.

Festival Munali Patah 2022 cukup memberikan gaung pada kehidupan kesenian di Sidoarjo. Ada beberapa poin yang perlu dicatat tentang festival ini yang dapat menjadi bahan refleksi bagi para segenap pelaku, pekerja, pengamat bahkan penikmat kesenian di Sidoarjo.

Catatan pertama dari FSMP 2022 bahwa festival ini adalah gawe akbar kesenian di Sidoarjo. Festival ini menampilkan ragam bentuk seni yang berbeda-beda: tari, seni tradisi, sastra, teater, seni rupa dan musik. Pembukaan hari pertama diawali dengan Tari Remo yang dipentaskan oleh anak biologis Munali Patah: Uriati. Ludruk Balada dari seni tradisi mempertunjukkan lakon Tembang Sunyi Godong Tebu. Seni musik menyajikan Kinasih Band, band yang mengusung tema lingkungan dan kehidupan masyarakat pada lagu-lagunya. Pementasan teater diwakili oleh teater republik dengan mengusung naskah Agus Noor berjudul “Tangis”. Forum Teater Sidoarjo mengusung naskah berjudul “Jendral Gentayangan”. Sastra mempersembahkan diskusi buku yang membedah 12 buku sastra dan masih banyak lagi pementasan lainnya. Tidak hanya bentuk seni yang dipertunjukkan sangatlah beragam, tetapi pihak yang terlibat juga terdiri dari berbagai kalangan dan kelompok umur. Murid-murid SMPN 4 dan SMPN 5 Sidoarjo turut memeriahkan dengan seni karawitan. Siswa-siswa SMKN 1 Krian menjadi tim paduan suara. Seluruh seniman dari berbagai umur melebur menjadi satu demi kepentingan kesenian dan kebudayaan Sidoarjo.

Seperti gedruk gongseng yang bergerak beriring-iringan dan bertalu-talu, festival ini menjadi ajang parade kesenian, gegap gempita keindahan dan pesta pora kebudayaan. Festival yang rencananya akan digelar tiap dua tahun ini patut dipertahankan untuk menyalakan cahaya kesenian dan mengobarkan api kebudayaan di Sidoarjo.

Jika terdapat hal yang luput dari festival ini adalah nama festival, Munali Patah, tidak mampu mengikat seluruh pertunjukan kesenian dalam gerak yang sama, yaitu tentang Munali Patah. Tema “Gedruk Gongseng Bertalu” tidak sanggup membuhul semua performa untuk merujuk pada sosok Munali Patah. Tiap-tiap komite seni seakan-akan asyik berjalan sendiri-sendiri tanpa keseragaman tematik, kecuali pertunjukan tari remo di awal acara dan pemutaran film Remo Namaku.

Catatan Kedua dari FSMP adalah bahwa Tari Remo Munali Patah tidak hanya tentang pelestarian kesenian tetapi juga mengusung spirit pembaharuan, semangat inovasi dan geliat kreativitas. Tari Remo di tangan kreasi Munali Patah semakin relevan dengan zaman. Maka, Munali Patah adalah simbol pengembangan kebudayaan dengan sentuhan-sentuhan inovasinya pada tari remo hingga memunculkan gaya Tari Remo Munali Patah.

Munali Patah dan Pengembangan Kebudayaan

Salah satu amanat UU Pemajuan Kebudayaan 2017 adalah pengembangan kebudayaan. Aras ini bisa ditempuh dengan penciptaan karya-karya seni baru berbasis seni tradisi. Seni tradisional yang semakin terpinggirkan dapat dicipta-ulang dan dikreasikan kembali dari berbagai medium seni untuk menjadi karya seni yang sesuai perkembangan zaman. Dalam hal ini, peran kreativitas dan inovasi menjadi vital.

Salah satu seni yang menarik dari perhelatan Festival Munali Patah 2022 adalah pemutaran film berjudul Remo Namaku: Gedrug Gongseng Bertalu (2022). Film dengan naskah yang ditulis oleh Kirana Kejora dan disutradarai oleh Endri Pelita. Film pendek ini menjadi menarik sebagai bahan kajian karena merespon sang maestro, Munali Patah, dalam film yang dikatakan dikemas dalam nuansa kekinian. Bagaimana tari remo yang dianggap tradisional didokumentasikan dalam bentuk film pendek berciri modern?

Poster Film Remo Namaku

Scene pertama film pendek ini adalah adegan persembahan kepada Munali Patah, sang maestro remo. Terlihat seorang perempuan bernama Uriyati (anak Munali Patah) menari remo dengan gerak gemulai sambil menghadap foto Munali Patah yang tergantung di dinding. Ada pula adegan ketika Mbak Uri berdoa di makam Munali Patah dengan nisan bertuliskan periode kehidupan Munali Patah: 21 Mei 1921-06 April 2004.

Film ini mengisahkan tentang seorang anak bernama Remo yang menyukai video vlogging. Anak tersebut dinamakan Remo karena sang ayah terinspirasi tari remo. Sang ayah adalah seorang penulis calon buku Tarian Munali Patah Tak Pernah Membuat Patah namun meninggal terlebih dahulu hingga tak mampu menyelesaikan bukunya. Tentang nama Remo, ibunya berkata:

Remo Rahadian. Bapakmu ngekeki jeneng awakmu. Romo Rahadian iku. Pengen anake dadi ksatria seng kuat. Nduwe sifat welas asih. Nek dikhianati gak koyok ngene.”

“Remo Rahadian. Bapakmu memberimu nama Romo Rahadian itu agar kamu jadi kstaria yang kuat, punya kasih sayang.”

Remo terlibat kisah kasih dengan Vian, seorang selebgram. Namun, pada suatu waktu, Remo mengetahui bahwa Vian (selebgram) bergandengan tangan dengan seorang cowok yang mengaku sebagai selebgram juga. Selebgram palsu tapi kaya harta. Remu pun patah hati.

Remo mulai memasuki dunia remo ketika diminta ibunya untuk mengantarkan baju kepada pelatih tari bernama Mbak Uri. Di sanggar tari di mana anak-anak sedang belajar tari remo, Remo bertemu dengan seorang perempuan, anggota sanggar tari, yang menarik hatinya.

Sebagai seorang vlogger, Remo pun mulai tertarik untuk mengambil video tentang tari remo. Seiring berjalannya waktu, Remo juga mulai belajar tari remo dari perempuan tersebut. Ia tidak hanya tertarik dengan perempuan penari remo tetapi juga tari remonya. Ia belajar tentang gerakan gedrug atau gerak menghentak bumi dan gerak ayam hutan: gerak seperti ayam yang mencari makan di hutan.

Akhirnya, Remo semakin tenggelam dalam lautan dunia tari remo. Hingga ia teringat akan draft naskah buku ayahnya berjudul Tarian Munali Patah Tak Pernah Membuat Patah. Ia pun bertekad untuk menyelesaikannya. Film ini diakhiri dengan ketika Remo dan anggota sanggar tari menggelar pertunjukan Tari Remo bagi masyarakat luas.

Film Namaku Remo ini sangat menarik jika ditilik dari dua titik. Pertama, film ini bertaburan dengan mutiara falsafah-falsafah tentang kehidupan seniman dan idealisme berkesenian. Tentu, falsafah ini digali dari kehidupan Munali Patah. Misalnya, idealisme ayah Remo yang tertulis di vespa merah yang kemudian diwariskan pada Remo. Tulisan itu berbunyi: urip urup soko tulisan (hidup mati dari tulisan). Nasihat ibu Remo tentang sikap hidup suaminya bahwa seni itu bisa menghaluskan jiwa. Ada pula dua narasi menarik yang bersumber dari falsafah hidup Munali Patah: (1) Jadi seniman asal serius dan benar, akan berguna manfaatnya bagi lingkungan, (2) Keringat itu rasanya asin. Tidak enak. Makanya jangan makan keringat orang lain. Karena itu tidak enak. Dua falsafah ini termaktub pada buku Munali Patah Pahlawan Seni dari Sidoarjo (2011).

Kedua, pembuatan film tentang seorang maestro tari remo, Munali Patah, adalah bagian dari upaya dokumentasi seni dan budaya. Digitalisasi dalam bentuk film pendek yang juga dapat ditonton di youtube ini diharapkan mampu memperpanjang nafas seni tari remo ini dan juga memperlebar pengenalan tari remo bagi kalangan yang lebih luas. Seperti pesan yang tergambar dalam film: tokoh Remo melakukan dokumentasi vlogging atas kegiatan latihan tari remo dari sebuah sanggar tari.

Namun, ada beberapa kritik terkait film Namaku Remo. Misalnya, jalinan cerita yang tergagap-gagap karena jalur cerita yang kurang solid. Bangunan-bangunan kisahnya juga terasa kurang logis. Kisah cinta yang seakan-akan dipaksakan masuk dalam kehidupan tokoh Remo. Belum lagi, backgroud musik yang dalam beberapa scene malah menganggu dan kurang kompatibel dengan scene-nya. Namun, terlepas dari berbagai kekurangan, usaha untuk memfilmkan maestro tari remo, Munali Patah, sangat patut untuk dihargai dan diapresiasi. Lebih-lebih film ini berusaha disajikan dalam format kekinian.

Harapan terbersit bahwa film pendek ini memantik munculnya film-film bertema kesenian dan kebudayaan di Sidoarjo. Maka, catatan kedua dari pagelaran Festival Munali Patah 2022 adalah semangat pembaharuan, inovasi dan kreativitas dalam penciptaan-penciptaan karya baru dari berbagai medium seni dengan mengembangkan dan merespon seni-seni tradisi.

Remo Munali dan Kebijakan Publik

Pada spektrum yang lebih luas, Munali Patah sebagai sosok seniman sudah sepatutnya menjadi center bagi kehidupan kesenian di Sidoarjo. Ini adalah catatan ketiga dari Festival Seni Munali Patah 2022, yaitu terkait dengan kebijakan publik pada ranah kesenian.

Hal ini sudah diawali dengan sangat baik oleh Bupati Sidoarjo yang mengintruksikan seluruh pegawai pria Pemkab Sidoarjo akan kompak memakai udeng pacul gowang pada hari-hari tertentu. Seperti yang sudah diketahui bahwa Munali Patah juga seorang kreator udeng khas Sidoarjo yang berbentuk pacul gowang.

Intruksi bupati tersebut tertuang pada surat edaran bernomor 065/8800/438.1.3.1/2022. Surat edaran ini secara umum mengintruksikan kepada pegawai ASN dan Non ASN di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk memakai tutup kepala udeng model pacung gowang bermotif batik khas Sidoarjo, dan bagi wanita memakai syal leher bermotif batik khas Sidoarjo. Selain itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo juga menggelar pelatihan-pelatihan pembuatan udeng pacul gowang di SMP-SMP se-kabupaten. Sebuah langkah maju yang patut diapresiasi.

Akan tetapi, kebijakan berbasis Munali Patah yang hanya pada tataran udeng pacul gowang tentu mengerdilkan peran maestro remo ini. Masih banyak aspek-aspek dari sosok Munali Patah yang dapat digali sebagai bahan kebijakan publik dalam pemajuan seni dan kebudayaan. Misalnya adalah pembuatan patung Munali Patah. Menilik segala kotribusinya pada kesenian, Munali Patah tentu lebih dari layak untuk dibuatkan patung khusus atau monumen khusus, seperti halnya Cak Durasim di Surabaya.

Karya-karya Munali Patah seperti Tari Remo Munali Patah dan Tari Cokronegoro juga masih terbengkalai. Diperlukan langkah-langkah revitalisasi. Sudah sepatutnya Pemkab, misalnya, membangun insfrastruktur sosial budaya untuk melestarikan karya budaya ini. Contohnya adalah menjadikan Tari Remo Munali Patah dan Tari Cokronegoro  sebagai mata pelajaran ekstrakurikuler pilihan atau bahkan wajib pada jenjang SD dan SMP yang dinaungi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo. Bukankah spirit utama Munali Patah memisahkan tari remo dari ludruk adalah agar remo bisa diajarkan kepada murid-murid di sekolah?

Contoh nyata sudah eksis, yaitu langkah progresif yang diambil oleh Pemkot Surabaya yang mewajibkan ekstrakurikuler tari remo bagi pelajar SD dan SMP. Lalu, mengapa misalnya Pemda Sidoarjo tidak mengambil langkah serupa? Atau setidaknya Pemda Sidoarjo mengambil langkah-langkah persiapan seperti pelatihan guru kesenian se-Sidoarjo tentang Tari Remo Munali Patah dan Tari Cokronegoro. Langkah ini nantinya dapat mengarah pada diwajibkannya ekstrakurikuler kedua tari tersebut bagi pelajar-pelajar di Sidoarjo.

Munali Patah ibarat sumber mata air kesenian yang terus mengalir. Kita dapat mengambil, menimba dan memanfaatkan airnya demi terciptanya kehidupan kesenian yang sehat dan bermartabat. Munali Patah adalah sumber inspirasi untuk menjadi insan seni yang dedikatif untuk terus berkarya seperti pada catatan pertama. Pada catatan kedua, Munali Patah adalah sumber kreasi untuk terus berinovasi dan melakukan pembaharuan dalam berkesenian. Karya-karya Munali Patah juga dapat menjadi pijakan kebijakan-kebijakan kesenian, khususnya di Sidoarjo, seperti termaktub pada catatan ketiga.

Walakhir, acara-acara kesenian seringkali alpa dari pencatatan dan nihil dokumentasi tulisan. Padahal dokumentasi acara seni budaya tidak kalah pentingnya dari pagelaran acara itu  sendiri. Catatan seni dapat menjadi bahan evaluasi, sumber refleksi dan basis kreasi untuk menatap dan mempersiapkan pagelaran-pagelaran selanjutnya. Maka, tulisan ini semoga dapat menjadi catatan dokumentasi tentang Festival Seni Munali Patah 2022. Seperti halnya puisi panjang berikut yang cukup jeli dan komprehensif dari Nur Aziz Asmuni dalam merespon festival seni ini. 

REMO DAN MUNALI TAK PERNAH PERGI

 

Menggali referensi

Membaca biografi

kau tumbuh sejak zaman penjajahan

mencari jalan berkesenian

dengan Ludruk dan Tari Remo

Sebagai media perjuangan dan ekspresi

sampai era modern kau kibarkan

dengan bara nyali berapi-api

 

mereka bertanya

apakah dengan berkesenian

kau bisa merasakan kemerdekaan?

 

daya kreativitas tak boleh diberi batas

biar merentang sayap-sayap kemandirian

sebagai anak bangsa yang menerobos

dinding-dinding pembatas

melahirkan karya berkarakter

budaya khas keindonesiaan

 

Tarian remo

Mengubah sedih menjadi riang

luka pun hilang

dengan gerak tubuh seni yang menawan

 

Remo diperhitungkan

di mancanegara

budaya yang lestari

 

mari nguri-uri

agar tak punah

biar tidak diakui bangsa lain

kekayaan intelektual yang andal

 

meruwat tari remo

dengan menjaga eksistensinya

luhur dalam gerak tariannya

meneguhkan keanggunannya

indah memekarkan cinta

 

(Nur Aziz Asmuni, 4 September 2022)

 

Daftar Pustaka:

Nurcahyo, Henri Nur & Ridlo’i. Munali Patah: Pahlawan Seni dari Sidoarjo. Sidoarjo: Dewan Kesenian Sidoarjo, 2011.

Prakoso, R. Djoko. “Maestro Remo Munali Patah,” Majalah Kidung, Surabaya: Dewan Kesenian Sidoarjo, 2001.

Ramadhani, Lidya. Gaya Tari Remo Munali Patah. Skripsi Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 2020.

Film Namaku Remo. Sutradara Endri Pelita, 2022. 

M. Rosyid H.W.

Pengurus Bidang Litbang Dewan Kesenian Sidoarjo.

*Esai ini pernah dimuat di majalah seni budaya Kidung, edisi 43 Juli 2023, Dewan Kesenian Jawa Timur 





Comments

Popular posts from this blog

Nyadran Balongdowo, Nasibmu Kini

  sumber : https://radarsidoarjo.jawapos.com Nyadran di Desa Balongdowo terdiri atas 7 tahapan penting sebagai cara mengungkapan rasa syukur. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan. Pada malam sebelum pemberangkatan, warga Balongdowo mempersiapkan keperluan prosesi mulai dari makanan, biasanya mengolah kupang, tumpeng, dan menghias perahu. Tahap kedua adalah tahap pemberangkatan, meliputi iring-iringan tumpeng ke tepi sungai dan berdoa memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Setelah acara pembuka, barulah perahu Nyadran memulai perjalanan menuju Desa Sawohan, Dusun Kepetingan. Tahap ketiga yaitu tahap pembuangan seekor ayam. Ketika perjalanan, anak balita yang mengikuti Nyadran diberi seekor ayam hidup untuk dibuang di muara Kalipecabean agar anak balita tidak kesurupan. Tahap keempat, melarung tumpeng di muara Clangap (pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo). Hal ini bertujuan agar para nelayan pencari kupang diberi keselamatan saat melaut. Namun, melarun...

Dekesda dan Umsida dalam Perjalanan Budaya “Ngetung Batih” di Dongko Trenggalek

  “Kami berjalan pelan menyisir pantai selatan, mendaki pegunungan dari Desa Pringapus sampai Kecamatan Dongko, berburu pengetahuan budaya yang mekar manis di setiap unsur perilaku masyarakatnya.” Joko Susilo – Ketua Program Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) juga Dosen Psikologi Budaya Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membuka kalimat wawancaranya. Ia datang ke Dongko bersama tim riset budaya gabungan Dekesda dan Umsida. Joko menambahkan “Kami juga membawa beberapa mahasiswa pertukaran dari Universitas Adzkia Sumatra Barat dan Universitas Muhammadiyah Sidrap Sulawesi Selatan, tujuan kami adalah supaya mereka mengetahui kekayaan budaya yang ada di Jawa Timur”. Upacara adat ‘ Ngetung Batih’ digelar di kecamatan Dongko 7 hari 7 malam, tanggal 6 sampai 13 Juli 2024. Tanggal 6 dibuka dengan doa bersama. Tanggal 7 siang digelar Kirab Budaya dilanjutkan penampilan bersama 2700 penari jaranan Turonggo Yakso. Setiap malam berikutnya dilanjut pertunjukan seni yang ada di wilayah ...

1000 Warga Nembang Macapat Gagrak Sidoarjo

  Sekar Mijil, Sekar Gambuh dan Sekar Pocung Gagrak Sidoarjo berkumandang di pelataran SMP-SMK Sepuluh Nopember Sidoarjo, Jl Siwalanpanji, Sidoarjo. Siswa-siswi, para guru pendamping sekaligus paguyuban-paguyuban macapat bersama-sama menembangkannya. Suwarmin M.Sn., yang berprofesi sebagai dosen seni tradisi di STKW Surabaya, dan sebagai pencipta macapat Gagrak Sidoarjo sangat bahagia sekali. Karena semua peserta mampu menembangkannya bersama-sama meskipun belum sesempurna para pesinden. Bertajuk “Seribu Warga Nembang Macapat Gagrak Sidoarjo” sukses diselenggarakan pada hari Sabtu, 3 Agustus 2024. Mengulang kesuksesan penyelenggaraan tahun 2023 dengan Seribu Warga Sidoarjo Nembang Macapat 24 jam. Ini adalah sebuah cita-cita Dewan Kesenian Sidoarjo dan Paguyuban-Paguyuban Macapat Sidoarjo agar macapat juga dikenal oleh generasi-generasi sekarang. “Bahwa materi nembang macapat ini sudah dikenalkan kepada para siswa SMP kelas 7 dan 8,” kata Murlan, S.Sn., selaku ketua panitia pe...