Skip to main content

Dekesda dan Umsida dalam Perjalanan Budaya “Ngetung Batih” di Dongko Trenggalek

 


“Kami berjalan pelan menyisir pantai selatan, mendaki pegunungan dari Desa Pringapus sampai Kecamatan Dongko, berburu pengetahuan budaya yang mekar manis di setiap unsur perilaku masyarakatnya.” Joko Susilo – Ketua Program Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) juga Dosen Psikologi Budaya Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membuka kalimat wawancaranya. Ia datang ke Dongko bersama tim riset budaya gabungan Dekesda dan Umsida. Joko menambahkan “Kami juga membawa beberapa mahasiswa pertukaran dari Universitas Adzkia Sumatra Barat dan Universitas Muhammadiyah Sidrap Sulawesi Selatan, tujuan kami adalah supaya mereka mengetahui kekayaan budaya yang ada di Jawa Timur”.

Upacara adat ‘Ngetung Batih’ digelar di kecamatan Dongko 7 hari 7 malam, tanggal 6 sampai 13 Juli 2024. Tanggal 6 dibuka dengan doa bersama. Tanggal 7 siang digelar Kirab Budaya dilanjutkan penampilan bersama 2700 penari jaranan Turonggo Yakso. Setiap malam berikutnya dilanjut pertunjukan seni yang ada di wilayah Kecamatan Dongko: Langen Tayub, Trebang Elo, Karawitan dari seluruh desa di wilayah Kecamatan Dongko.

Tim riset budaya dari Dekesda dan Umsida hadir sejak tanggal 6 Juli 2024, pertama kali menghadap Mbah Waji tokoh budaya Dongko dan Pak Tamsi Kepala Desa Pringapus. Pada pertemuan yang sejuk itu Mbah Waji menjelaskan, “Upacara adat Ngetung Batih merupakan revitalisasi dari awal mula masuknya lslam di Dongko yang dibawa oleh utusan Sultan Agung dari Mataram, utusan yang bernama Joko Penatas atau gelarnya Damar Sejati tahun 1613–1645 M. Sultan Agung menciptakan kalender Jawa yang dimulai 1 Suro, bersamaan dengan 1 Muharam. Sehingga upacara adat Ngetung Batih kami gelar setiap 1 Suro”. Perbincangan masih berlanjut dengan informasi data budaya yang belum bisa dituliskan di sini.

Pada Minggu siang, tim dari Sidoarjo hadir dan ikut menari pada kirab budaya sampai penampilan 2700 penari jaranan Turonggo Yakso. Tim diterima dengan baik oleh para budayawan, staf pemerintahan desa dan kecamatan, juga disambut baik oleh Mas Didit Sasongko, Ketua Umum upacara Ngetung Batih. Didit Sasongko dengan wajah berseri-seri , “Awal mula kami berencana menampilkan 2500 penari Turonggo Yakso, di luar dugaan yang mendaftarkan diri untuk menari meningkat jadi 2700 orang.” Mas Didit dan seluruh warga Dongko sangat bangga peristiwa budaya tersebut berhasil memecahkan “Rekor Muri”.


H. Aji Kelono, S.Sn., M.M.Pd. Ketua Bidang Budaya Dekesda menutup, “Kami sangat tersanjung dengan sambuatan baik tokoh budaya, pemerintah, panitia Ngetung Batih warga Dongko, selain itu kami mendapatkan peluang untuk berkolaborasi dalam pengembangan seni budaya Sidoarjo dengan seni budaya Dongko Trenggalek. Sebagai tanda persaudaraan, kami hadiahkan Udeng Pacul Gowang khas Sidoarjo untuk para pelaku budaya di Dongko. Udeng tersebut adalah udeng yang dijahit oleh Kampung Lali Gatget binaan Mas Irfandi di Wonoayu Sidoarjo”.[JKS]



































Comments

Popular posts from this blog

Nyadran Balongdowo, Nasibmu Kini

  sumber : https://radarsidoarjo.jawapos.com Nyadran di Desa Balongdowo terdiri atas 7 tahapan penting sebagai cara mengungkapan rasa syukur. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan. Pada malam sebelum pemberangkatan, warga Balongdowo mempersiapkan keperluan prosesi mulai dari makanan, biasanya mengolah kupang, tumpeng, dan menghias perahu. Tahap kedua adalah tahap pemberangkatan, meliputi iring-iringan tumpeng ke tepi sungai dan berdoa memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Setelah acara pembuka, barulah perahu Nyadran memulai perjalanan menuju Desa Sawohan, Dusun Kepetingan. Tahap ketiga yaitu tahap pembuangan seekor ayam. Ketika perjalanan, anak balita yang mengikuti Nyadran diberi seekor ayam hidup untuk dibuang di muara Kalipecabean agar anak balita tidak kesurupan. Tahap keempat, melarung tumpeng di muara Clangap (pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo). Hal ini bertujuan agar para nelayan pencari kupang diberi keselamatan saat melaut. Namun, melarun...

"Mpu Kanwa" Perpustakaan Dewan Kesenian Sidoarjo

  Mpu Kanwa adalah seorang sastrawan dan pujangga Kraton Kahuripan pada masa pemerintahan raja Airlangga. Karya-karya Empu Kanwa antara lain Kakawin Arjunawiwaha termasuk karya sastra sebagai persembahan kepada Raja Airlangga yang telah sukses berjuang memulihkan stabilitas keamanan Negeri Medang. Kakawin ini ditulisnya pada masa pemerintahan Prabu Airlangga antara tahun 1028 - 1035 . (Wikipedia)   “Apalah arti sebuah nama”. Begitulah William Shakespeare pernah mengungkapkan betapa tidak penting sebuah nama. Tapi nama Mpu Kanwa menjadi sebuah nama penting untuk Dewan Kesenian Sidoarjo. Bukan hal yang sepele hingga nama Mpu Kanwa disematkan sebagai nama perpustakaan Dekesda. Hari Rabu, tanggal 1 Mei 2024, bertepatan dengan hari buruh, Dekesda me- launching perpustakaan Mpu Kanwa. Acara yang dihadiri para pengurus Dekesda juga dosen-dosen dari Universitas Airlangga. Diungkapkan oleh Rafif Amir-sekretaris Dekesda- saat memberi sambutan acara launching perpustakaan Mpu Kanwa, ...