Skip to main content

Rembuk Budaya Sidoarjo; Daya Budaya Sidoarjo antara Peluang dan Tantangan



        Selintas dari arah jalan raya, Dekesda Art Center tak terlihat aktifitas yang melibatkan banyak orang. Namun, jika kita masuk ke area Dekesda Art Center, berjajar sepeda motor dan mobil terparkir memenuhi pelataran.

Berbagai komunitas pemuda dan peguyuban-paguyuban seni budaya berkumpul di aula Dekesda. Tua muda duduk bersama mengikuti acara ‘Rembuk Budaya Sidoarjo’.

Daya Budaya Sidoarjo antara Peluang dan Tantangan menjadi tajuk Rembuk Budaya perdana ini. Menghadirkan narasumber Dr. Autar Abdillah, S.Sn.,M.Si.-Dewan Pakar Dewan Kesenian Sidoarjo dan AFrizal Malna- seorang sastrawan juga penyair.

Acara dibuka dengan penampilan dari Paguyuban Kinanthi, membawakan Macapat Babad Sidoarjo.

Pemaparan dari narasumber memantik para pegiat seni budaya turut berkomentar dan berwacana. Berbagai uneg-uneg yang selama ini terpendam disampaikan. Untuk satu tujuan bahwa Sidoarjo bisa dan mau menjadi kota budaya.

Berbagai pendapat tentang Sidoarjo sendiri cukup beragam. Bahwa Sidoarjo tidak punya identitas budaya sendiri hingga protes tentang budaya atau tradisi jawa yang terselewengkan. Contoh tembang lingsir wengi, dianggap sebagai pemanggil setan oleh kalangan muda yang kurang mengerti arti tembang tersebut, begitu kata Ari Krisdiyanto, Ketua Macapat Kinanti Sidoarjo.

Sukarno atau biasa dipanggil Mbah Karno, Staf Ahli Seni dan Budaya Bupati Sidoarjo mengakui, “Saya asli wong dorjo. Jadi saya tahu dan meneliti budaya-budaya Sidoarjo bukan hanya membaca buku saja. Jadi kalo mau tahu budaya Sidoarjo silakan datang ke saya.”

“Dengan adanya seni akan memunculkan ide-ide baru bagi berkembangya sebuah budaya,” kata Afrizal Malna.

Menurut Autar Abdillah, “Sidoarjo ini sebenarnya bukan kota dengan karakteristik seperti Surabaya, jika bicara layaknya orang teriak-teriak. Sidoarjo itu tenang, bisa dibilang tempat bertapa. Berurusan dengan Sang Hyang Widi atau Tuhan.”

Tentu banyak juga pendapat-pendapat dari pegiat budaya yang menginginkan bahwa seni budaya atau muatan lokal Sidoarjo bisa masuk ke jalur pendidikan. Namun, tidak semua sekolah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk melaksakan itu. Juga prasarana penunjang yang masih minim.

Rembuk Budaya Sidoarjo yang terlaksana Kamis, 25 Januari 2024, digagas oleh Bidang Kebudayaan Dewan Kesenian Sidoarjo ini, akan terus berlanjut setiap bulan. Akan berbeda tempat juga penyaji.

        Harapannya semua komponen pegiat seni dan budaya bisa bersatu dan membuat rumusan tentang kebudayaan Sidoarjo ke depan. [wha] 
















Comments

Popular posts from this blog

Nyadran Balongdowo, Nasibmu Kini

  sumber : https://radarsidoarjo.jawapos.com Nyadran di Desa Balongdowo terdiri atas 7 tahapan penting sebagai cara mengungkapan rasa syukur. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan. Pada malam sebelum pemberangkatan, warga Balongdowo mempersiapkan keperluan prosesi mulai dari makanan, biasanya mengolah kupang, tumpeng, dan menghias perahu. Tahap kedua adalah tahap pemberangkatan, meliputi iring-iringan tumpeng ke tepi sungai dan berdoa memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Setelah acara pembuka, barulah perahu Nyadran memulai perjalanan menuju Desa Sawohan, Dusun Kepetingan. Tahap ketiga yaitu tahap pembuangan seekor ayam. Ketika perjalanan, anak balita yang mengikuti Nyadran diberi seekor ayam hidup untuk dibuang di muara Kalipecabean agar anak balita tidak kesurupan. Tahap keempat, melarung tumpeng di muara Clangap (pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo). Hal ini bertujuan agar para nelayan pencari kupang diberi keselamatan saat melaut. Namun, melarun...

Dekesda dan Umsida dalam Perjalanan Budaya “Ngetung Batih” di Dongko Trenggalek

  “Kami berjalan pelan menyisir pantai selatan, mendaki pegunungan dari Desa Pringapus sampai Kecamatan Dongko, berburu pengetahuan budaya yang mekar manis di setiap unsur perilaku masyarakatnya.” Joko Susilo – Ketua Program Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) juga Dosen Psikologi Budaya Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membuka kalimat wawancaranya. Ia datang ke Dongko bersama tim riset budaya gabungan Dekesda dan Umsida. Joko menambahkan “Kami juga membawa beberapa mahasiswa pertukaran dari Universitas Adzkia Sumatra Barat dan Universitas Muhammadiyah Sidrap Sulawesi Selatan, tujuan kami adalah supaya mereka mengetahui kekayaan budaya yang ada di Jawa Timur”. Upacara adat ‘ Ngetung Batih’ digelar di kecamatan Dongko 7 hari 7 malam, tanggal 6 sampai 13 Juli 2024. Tanggal 6 dibuka dengan doa bersama. Tanggal 7 siang digelar Kirab Budaya dilanjutkan penampilan bersama 2700 penari jaranan Turonggo Yakso. Setiap malam berikutnya dilanjut pertunjukan seni yang ada di wilayah ...

"Mpu Kanwa" Perpustakaan Dewan Kesenian Sidoarjo

  Mpu Kanwa adalah seorang sastrawan dan pujangga Kraton Kahuripan pada masa pemerintahan raja Airlangga. Karya-karya Empu Kanwa antara lain Kakawin Arjunawiwaha termasuk karya sastra sebagai persembahan kepada Raja Airlangga yang telah sukses berjuang memulihkan stabilitas keamanan Negeri Medang. Kakawin ini ditulisnya pada masa pemerintahan Prabu Airlangga antara tahun 1028 - 1035 . (Wikipedia)   “Apalah arti sebuah nama”. Begitulah William Shakespeare pernah mengungkapkan betapa tidak penting sebuah nama. Tapi nama Mpu Kanwa menjadi sebuah nama penting untuk Dewan Kesenian Sidoarjo. Bukan hal yang sepele hingga nama Mpu Kanwa disematkan sebagai nama perpustakaan Dekesda. Hari Rabu, tanggal 1 Mei 2024, bertepatan dengan hari buruh, Dekesda me- launching perpustakaan Mpu Kanwa. Acara yang dihadiri para pengurus Dekesda juga dosen-dosen dari Universitas Airlangga. Diungkapkan oleh Rafif Amir-sekretaris Dekesda- saat memberi sambutan acara launching perpustakaan Mpu Kanwa, ...