Skip to main content

Dari Kentrung hingga Adegan; Sebuah Pertunjukan Seni Tradisi Lisan



Kentrung sebuah seni pertunjukan lisan sukses digelar di Dewan Kesenian Sidoarjo. Kesenian yang jarang kita temui saat ini.

Sabtu, tanggal 30 Desember 2023, pukul 19.00 WIB di panggung Dardanella menjadi saksi bisu sebuah kesenian yang dianggap hampir punah ini. Memberi warna yang berbeda malam itu. Seakan Dekesda berbicara, bahwa kami akan terus komitmen untuk nguri-uri seni tradisi.

Ki Subiantoro, salah satu tokoh kentrung di Sidoarjo melakonkan “Citra Babad Janggan Smaranta” berkisah tentang Syech Subakir numbal tanah Jawa, mlebune Islam ing tanah Nusantara Jawa.

“Bisa dibilang ini adalah penyebaran agama Islam di tanah jawa yang tetap menghormati kearifan lokal,” kata Ki Subiantoro.

Salah satu bentuk syiar agama Islam lewat bertutur atau bercerita dengan tetabuhan kendang dan rebana.

Jika kita simak dengan seksama apa yang dilakonkan kentrung Ki Subiantoro, begitu arifnya Syech Subakir datang ke tanah Jawa tanpa membuat kerusakan pada tatanan tanah Jawa.

Syech Subakir datang dengan damai.

Tentu diselingi dengan guyonan-guyonan yang membuat para penonton tergelak, sehingga mereka enggan beranjak dari tempat duduknya.

Tampilan pembuka pun tak kalah menarik. Tarian dari Sanggar Lintang Kencana juga anak-anak SDN Gelam 2 Sidoarjo yang membawakan musikalisasi puisi memukau penonton.

Nasar lan kancane, yang terdiri dari Nasa Albatati dan Mahamuni Paksi menampilkan repertoar Adegan. Juga tak kalah menarik. Membawakan adegan-adegan yang diawali dari sebuah peristiwa-peristiwa kecil di kehidupan ini.

Diringi tetabuhan rebana dan suling, nukilan-nukilan sebuah kehidupan juga ajaran-ajaran agama Islam dibawakan dalam adegan-adegan itu. Sangat menarik tentu dengan selingan percakapan yang mengundang tawa sekaligus interaksi dengan penonton.

Menurut Nasar Albatati, “Yang kami mainkan malam ini hanya sebagian kecil dari peristiwa kehidupan yang kita jalani.” [wha]



Comments

Popular posts from this blog

Nyadran Balongdowo, Nasibmu Kini

  sumber : https://radarsidoarjo.jawapos.com Nyadran di Desa Balongdowo terdiri atas 7 tahapan penting sebagai cara mengungkapan rasa syukur. Tahap pertama, yaitu tahap persiapan. Pada malam sebelum pemberangkatan, warga Balongdowo mempersiapkan keperluan prosesi mulai dari makanan, biasanya mengolah kupang, tumpeng, dan menghias perahu. Tahap kedua adalah tahap pemberangkatan, meliputi iring-iringan tumpeng ke tepi sungai dan berdoa memanjatkan syukur kepada Allah SWT. Setelah acara pembuka, barulah perahu Nyadran memulai perjalanan menuju Desa Sawohan, Dusun Kepetingan. Tahap ketiga yaitu tahap pembuangan seekor ayam. Ketika perjalanan, anak balita yang mengikuti Nyadran diberi seekor ayam hidup untuk dibuang di muara Kalipecabean agar anak balita tidak kesurupan. Tahap keempat, melarung tumpeng di muara Clangap (pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo). Hal ini bertujuan agar para nelayan pencari kupang diberi keselamatan saat melaut. Namun, melarun...

Dekesda dan Umsida dalam Perjalanan Budaya “Ngetung Batih” di Dongko Trenggalek

  “Kami berjalan pelan menyisir pantai selatan, mendaki pegunungan dari Desa Pringapus sampai Kecamatan Dongko, berburu pengetahuan budaya yang mekar manis di setiap unsur perilaku masyarakatnya.” Joko Susilo – Ketua Program Dewan Kesenian Sidoarjo (Dekesda) juga Dosen Psikologi Budaya Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membuka kalimat wawancaranya. Ia datang ke Dongko bersama tim riset budaya gabungan Dekesda dan Umsida. Joko menambahkan “Kami juga membawa beberapa mahasiswa pertukaran dari Universitas Adzkia Sumatra Barat dan Universitas Muhammadiyah Sidrap Sulawesi Selatan, tujuan kami adalah supaya mereka mengetahui kekayaan budaya yang ada di Jawa Timur”. Upacara adat ‘ Ngetung Batih’ digelar di kecamatan Dongko 7 hari 7 malam, tanggal 6 sampai 13 Juli 2024. Tanggal 6 dibuka dengan doa bersama. Tanggal 7 siang digelar Kirab Budaya dilanjutkan penampilan bersama 2700 penari jaranan Turonggo Yakso. Setiap malam berikutnya dilanjut pertunjukan seni yang ada di wilayah ...

"Mpu Kanwa" Perpustakaan Dewan Kesenian Sidoarjo

  Mpu Kanwa adalah seorang sastrawan dan pujangga Kraton Kahuripan pada masa pemerintahan raja Airlangga. Karya-karya Empu Kanwa antara lain Kakawin Arjunawiwaha termasuk karya sastra sebagai persembahan kepada Raja Airlangga yang telah sukses berjuang memulihkan stabilitas keamanan Negeri Medang. Kakawin ini ditulisnya pada masa pemerintahan Prabu Airlangga antara tahun 1028 - 1035 . (Wikipedia)   “Apalah arti sebuah nama”. Begitulah William Shakespeare pernah mengungkapkan betapa tidak penting sebuah nama. Tapi nama Mpu Kanwa menjadi sebuah nama penting untuk Dewan Kesenian Sidoarjo. Bukan hal yang sepele hingga nama Mpu Kanwa disematkan sebagai nama perpustakaan Dekesda. Hari Rabu, tanggal 1 Mei 2024, bertepatan dengan hari buruh, Dekesda me- launching perpustakaan Mpu Kanwa. Acara yang dihadiri para pengurus Dekesda juga dosen-dosen dari Universitas Airlangga. Diungkapkan oleh Rafif Amir-sekretaris Dekesda- saat memberi sambutan acara launching perpustakaan Mpu Kanwa, ...