Patrol Sidoarjo: Dari Tradisi Malam ke Panggung Modern
Dipublikasikan pada: 22 September 2025
Musik patrol, alunan ritmis yang berderak-derak menggugah, terdengar dari kejauhan saat malam kian larut. Dentingan kentongan dan tabuhan bedug yang bersahutan, diselingi teriakan khas para pemuda yang berkeliling kampung, seolah menjadi pengingat betapa hidupnya tradisi ini di tengah modernitas. Bagi mereka yang pernah atau kerap berada di Sidoarjo, Jawa Timur, suara-suara ini bukan sekadar penanda waktu, melainkan bagian dari identitas kultural yang kian hari kian menancap kuat.
Dari Kentongan Hingga Kolaborasi Modern
Patrol bukanlah hal baru bagi masyarakat Sidoarjo. Pada dasarnya, patrol bermula dari tradisi Islam di bulan Ramadhan. Dulu, patrol dilakukan oleh sekelompok warga yang bertugas membangunkan masyarakat untuk sahur. Mereka berkeliling kampung membawa alat musik sederhana seperti kentongan, bedug, atau gong kecil. Suara-suara ini kemudian menjadi penanda khas bagi masyarakat, membangkitkan suasana malam Ramadhan yang penuh dengan nuansa kebersamaan.
Namun, seiring berjalannya waktu, patrol tidak hanya dilakukan saat bulan Ramadhan saja. Musik patrol mulai dimainkan dalam berbagai acara, baik itu festival budaya, hajatan, hingga lomba-lomba yang melibatkan komunitas. Perkembangan ini memperlihatkan betapa luwesnya seni musik patrol dalam beradaptasi dengan zaman, tanpa kehilangan akar tradisinya.
Musik patrol yang awalnya sederhana kini mulai bertransformasi. Tidak lagi hanya mengandalkan kentongan dan bedug, para pemain patrol mulai menambahkan instrumen modern seperti gitar, bass, hingga keyboard. Bahkan, ada juga yang menambahkan unsur-unsur elektronik untuk memperkaya komposisi musik mereka. Meski begitu, roh dari musik patrol tetap terjaga—ritme yang enerjik, dentuman yang kuat, dan semangat kebersamaan yang tak pernah luntur.
Harmoni Tradisi dan Inovasi
Yang menarik dari musik patrol di Sidoarjo adalah kemampuannya untuk berinovasi tanpa kehilangan jati diri. Di satu sisi, patrol tetap mempertahankan tradisi dan ritme khasnya, di sisi lain, ia berani membuka diri terhadap pengaruh-pengaruh baru yang membuatnya relevan dengan selera generasi masa kini.
Lihat saja bagaimana kelompok-kelompok patrol di Sidoarjo berkreasi. Ada yang menggabungkan musik patrol dengan genre dangdut, pop, hingga rock. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, musik patrol juga mulai memadukan unsur teatrikal dalam penampilannya. Pemain patrol tidak hanya memainkan alat musik, tetapi juga tampil dalam kostum-kostum yang mencerminkan tema tertentu. Ada yang bertemakan tradisi lokal, ada pula yang mengangkat isu-isu sosial dalam penampilannya. Semua ini memperlihatkan bahwa patrol bukan sekadar musik, melainkan juga media ekspresi dan penyampai pesan yang kuat.
Patrol sebagai Wujud Kebersamaan
Di balik gemuruh musiknya, patrol adalah cerminan dari nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Tidak heran jika setiap kali patrol dimainkan, baik di jalan-jalan kampung maupun di panggung-panggung acara, selalu ada nuansa kebersamaan yang kuat. Masyarakat Sidoarjo seolah ikut terbawa dalam semangat yang diusung oleh para pemain patrol.
Bagi para pemainnya, patrol bukan hanya sekadar kegiatan seni, tetapi juga bagian dari kehidupan sosial mereka. Persiapan sebelum tampil, latihan rutin, hingga sesi diskusi untuk menentukan tema dan lagu apa yang akan dibawakan, semuanya dilakukan dengan semangat gotong royong. Mereka bekerja bersama, berlatih bersama, dan pada akhirnya, merayakan kesuksesan bersama. Patrol, dalam konteks ini, menjadi semacam perekat sosial yang mempererat hubungan antarpersonal di dalam komunitas.
Di desa-desa yang ada di Sidoarjo, komunitas patrol sering kali terdiri dari para pemuda yang merasa terpanggil untuk melestarikan budaya ini. Salah satunya di kegiatan Ngaban Fest 2024 di Tanggulangin. Kegiatan yang dihadiri oleh Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo Dr. Tirto Adi dan Camat Tanggulan Sabino, serta Kapolsek dan Danramil Tanggulangin itucukup menguras atensi masyarakat, apalagi ketika ada penampilan musik patrol yang dikemas dalam perlombaan. Masyarakat dengan antusias berkumpul dan menyaksikan penampilan music patrol. Meski teknologi dan hiburan modern semakin merajalela, patrol tetap menjadi pilihan bagi banyak anak muda di Sidoarjo khususnya di daerah Desa Ngaban, Kecamatan Tanggulangin. Ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai tradisi tetap punya tempat di hati generasi muda.
Tantangan dan Masa Depan Patrol
Namun, di tengah semua perkembangan positif ini, musik patrol tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga minat generasi muda terhadap seni tradisional ini. Di era di mana musik-musik modern dari Barat begitu mudah diakses dan digemari, patrol perlu terus berinovasi agar tidak kehilangan relevansinya.
Untungnya, sejumlah komunitas patrol di Sidoarjo menyadari hal ini dan mulai mencari cara-cara kreatif untuk tetap menarik minat generasi muda. Misalnya, dengan mengadakan lomba-lomba patrol yang tidak hanya sekadar unjuk kebolehan, tetapi juga memberikan penghargaan bagi mereka yang mampu menyajikan inovasi baru dalam musik patrol. Selain itu, media sosial juga mulai dimanfaatkan sebagai sarana untuk mempromosikan patrol kepada khalayak yang lebih luas. Banyak grup patrol yang kini memiliki akun media sosial sendiri, di mana mereka membagikan video-video latihan dan penampilan mereka. Dengan cara ini, patrol tidak hanya dikenal oleh masyarakat lokal, tetapi juga mulai menarik perhatian dari luar daerah, bahkan mancanegara.
Selain tantangan dalam menjaga minat, ada juga tantangan dalam hal pendanaan. Seperti halnya seni tradisional lainnya, musik patrol sering kali bergantung pada dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat. Sayangnya, tidak semua komunitas patrol mendapatkan dukungan yang memadai. Oleh karena itu, perlu ada perhatian lebih dari pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah dan pihak swasta, untuk memberikan dukungan yang lebih besar bagi pelestarian musik patrol.
Patrol di Pentas Dunia
Musik patrol merupakan salah satu produk budaya dari Sidoarjo telah resmi terdaftar yang berbarengan dengan tari Banjar Kemuning, dan udeng Pacul Gowang sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) di bawah naungan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Upaya Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk melindungi dan melestarikan budaya lokal patut di apresiasi ditengah tantangan interfensi budaya luar negeri.
Meski banyak tantangan yang menghadang, masa depan patrol sebenarnya cukup cerah. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya lokal, musik patrol berpotensi untuk dikenal di tingkat yang lebih luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional.
Sudah ada beberapa grup patrol dari Sidoarjo yang berpotensi mampu tampil di pagelaran internasional salah satunya yang berasal dari Buduran yakni Arum Senopati yang pernah tampil memukau di Taman Budaya Jatim pada tahun 2015. Perpaduan beberapa alat musik yang tak lazim ini mampu mengorkestra irama dari alat music serta membuat penonton yang memenuhi pendapa TBJT terpukau Belasan remaja yang menggawangi penampilan Arum Senopati tak hanya mengundang decak kagum, tetapi juga memperlihatkan betapa kaya dan beragamnya budaya Indonesia. Namun ada yang berbeda dari penampilan Arum Senopati yakni bukan hanya para pemain musik saja yang tampil rancak tapi empat remaja putri menari di depan para pemain musik patrol sambil mengikuti irama musiknya.
Musik patrol memang beda dengan jenis musik lainnya. Ketidaklaziman alat musik yang dimainkan seperti kentongan, drum, balera yang terbuat dari pipa paralon, celengan, gong, kuarti, dan simbal justru membuat suara yang dihasilkan menjadi cukup unik dan menarik perhatian setiap orang yang mendengarkan. Dengan semakin banyaknya perhatian terhadap patrol, bukan tidak mungkin suatu hari nanti musik patrol akan menjadi salah satu ikon budaya Indonesia di mata dunia.
Menggenggam Tradisi di Tengah Modernitas
Pada akhirnya, musik patrol di Sidoarjo adalah sebuah contoh nyata bagaimana tradisi dapat tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi. Dengan perpaduan antara tradisi dan inovasi, patrol tidak hanya bertahan, tetapi juga terus berkembang menjadi bentuk seni yang dinamis dan relevan.
Bagi masyarakat Sidoarjo, patrol bukan sekadar musik. Ia adalah bagian dari identitas, cerminan kebersamaan, dan sarana untuk mengekspresikan diri. Dengan semangat gotong royong dan inovasi yang terus menyala, musik patrol akan terus berkibar, menjadi suara yang menggemakan nilai-nilai luhur tradisi di tengah perubahan zaman. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, suara kentongan dan bedug patrol akan menggema di panggung dunia, membawa nama Sidoarjo dan Indonesia ke kancah internasional.
***
Penulis:
Fendra Restyawan
Lahir di Sidoarjo, 4 September 1992. Menuntaskan pendidikan terakhir di Univ. Brawijaya, Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Kesibukan saat ini menjadi pengajar di salah satu sekolah swasta boarding di Kota Sidoarjo.
Kembali ke Daftar Berita
Dari Kentongan Hingga Kolaborasi Modern
Patrol bukanlah hal baru bagi masyarakat Sidoarjo. Pada dasarnya, patrol bermula dari tradisi Islam di bulan Ramadhan. Dulu, patrol dilakukan oleh sekelompok warga yang bertugas membangunkan masyarakat untuk sahur. Mereka berkeliling kampung membawa alat musik sederhana seperti kentongan, bedug, atau gong kecil. Suara-suara ini kemudian menjadi penanda khas bagi masyarakat, membangkitkan suasana malam Ramadhan yang penuh dengan nuansa kebersamaan.
Namun, seiring berjalannya waktu, patrol tidak hanya dilakukan saat bulan Ramadhan saja. Musik patrol mulai dimainkan dalam berbagai acara, baik itu festival budaya, hajatan, hingga lomba-lomba yang melibatkan komunitas. Perkembangan ini memperlihatkan betapa luwesnya seni musik patrol dalam beradaptasi dengan zaman, tanpa kehilangan akar tradisinya.
Musik patrol yang awalnya sederhana kini mulai bertransformasi. Tidak lagi hanya mengandalkan kentongan dan bedug, para pemain patrol mulai menambahkan instrumen modern seperti gitar, bass, hingga keyboard. Bahkan, ada juga yang menambahkan unsur-unsur elektronik untuk memperkaya komposisi musik mereka. Meski begitu, roh dari musik patrol tetap terjaga—ritme yang enerjik, dentuman yang kuat, dan semangat kebersamaan yang tak pernah luntur.
Harmoni Tradisi dan Inovasi
Yang menarik dari musik patrol di Sidoarjo adalah kemampuannya untuk berinovasi tanpa kehilangan jati diri. Di satu sisi, patrol tetap mempertahankan tradisi dan ritme khasnya, di sisi lain, ia berani membuka diri terhadap pengaruh-pengaruh baru yang membuatnya relevan dengan selera generasi masa kini.
Lihat saja bagaimana kelompok-kelompok patrol di Sidoarjo berkreasi. Ada yang menggabungkan musik patrol dengan genre dangdut, pop, hingga rock. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, musik patrol juga mulai memadukan unsur teatrikal dalam penampilannya. Pemain patrol tidak hanya memainkan alat musik, tetapi juga tampil dalam kostum-kostum yang mencerminkan tema tertentu. Ada yang bertemakan tradisi lokal, ada pula yang mengangkat isu-isu sosial dalam penampilannya. Semua ini memperlihatkan bahwa patrol bukan sekadar musik, melainkan juga media ekspresi dan penyampai pesan yang kuat.
Patrol sebagai Wujud Kebersamaan
Di balik gemuruh musiknya, patrol adalah cerminan dari nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong. Tidak heran jika setiap kali patrol dimainkan, baik di jalan-jalan kampung maupun di panggung-panggung acara, selalu ada nuansa kebersamaan yang kuat. Masyarakat Sidoarjo seolah ikut terbawa dalam semangat yang diusung oleh para pemain patrol.
Bagi para pemainnya, patrol bukan hanya sekadar kegiatan seni, tetapi juga bagian dari kehidupan sosial mereka. Persiapan sebelum tampil, latihan rutin, hingga sesi diskusi untuk menentukan tema dan lagu apa yang akan dibawakan, semuanya dilakukan dengan semangat gotong royong. Mereka bekerja bersama, berlatih bersama, dan pada akhirnya, merayakan kesuksesan bersama. Patrol, dalam konteks ini, menjadi semacam perekat sosial yang mempererat hubungan antarpersonal di dalam komunitas.
Di desa-desa yang ada di Sidoarjo, komunitas patrol sering kali terdiri dari para pemuda yang merasa terpanggil untuk melestarikan budaya ini. Salah satunya di kegiatan Ngaban Fest 2024 di Tanggulangin. Kegiatan yang dihadiri oleh Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sidoarjo Dr. Tirto Adi dan Camat Tanggulan Sabino, serta Kapolsek dan Danramil Tanggulangin itucukup menguras atensi masyarakat, apalagi ketika ada penampilan musik patrol yang dikemas dalam perlombaan. Masyarakat dengan antusias berkumpul dan menyaksikan penampilan music patrol. Meski teknologi dan hiburan modern semakin merajalela, patrol tetap menjadi pilihan bagi banyak anak muda di Sidoarjo khususnya di daerah Desa Ngaban, Kecamatan Tanggulangin. Ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai tradisi tetap punya tempat di hati generasi muda.
Tantangan dan Masa Depan Patrol
Namun, di tengah semua perkembangan positif ini, musik patrol tidak lepas dari tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah menjaga minat generasi muda terhadap seni tradisional ini. Di era di mana musik-musik modern dari Barat begitu mudah diakses dan digemari, patrol perlu terus berinovasi agar tidak kehilangan relevansinya.
Untungnya, sejumlah komunitas patrol di Sidoarjo menyadari hal ini dan mulai mencari cara-cara kreatif untuk tetap menarik minat generasi muda. Misalnya, dengan mengadakan lomba-lomba patrol yang tidak hanya sekadar unjuk kebolehan, tetapi juga memberikan penghargaan bagi mereka yang mampu menyajikan inovasi baru dalam musik patrol. Selain itu, media sosial juga mulai dimanfaatkan sebagai sarana untuk mempromosikan patrol kepada khalayak yang lebih luas. Banyak grup patrol yang kini memiliki akun media sosial sendiri, di mana mereka membagikan video-video latihan dan penampilan mereka. Dengan cara ini, patrol tidak hanya dikenal oleh masyarakat lokal, tetapi juga mulai menarik perhatian dari luar daerah, bahkan mancanegara.
Selain tantangan dalam menjaga minat, ada juga tantangan dalam hal pendanaan. Seperti halnya seni tradisional lainnya, musik patrol sering kali bergantung pada dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat. Sayangnya, tidak semua komunitas patrol mendapatkan dukungan yang memadai. Oleh karena itu, perlu ada perhatian lebih dari pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah dan pihak swasta, untuk memberikan dukungan yang lebih besar bagi pelestarian musik patrol.
Patrol di Pentas Dunia
Musik patrol merupakan salah satu produk budaya dari Sidoarjo telah resmi terdaftar yang berbarengan dengan tari Banjar Kemuning, dan udeng Pacul Gowang sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) di bawah naungan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Upaya Pemerintah Kabupaten Sidoarjo untuk melindungi dan melestarikan budaya lokal patut di apresiasi ditengah tantangan interfensi budaya luar negeri.
Meski banyak tantangan yang menghadang, masa depan patrol sebenarnya cukup cerah. Dengan semakin meningkatnya kesadaran akan pentingnya melestarikan budaya lokal, musik patrol berpotensi untuk dikenal di tingkat yang lebih luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia internasional.
Sudah ada beberapa grup patrol dari Sidoarjo yang berpotensi mampu tampil di pagelaran internasional salah satunya yang berasal dari Buduran yakni Arum Senopati yang pernah tampil memukau di Taman Budaya Jatim pada tahun 2015. Perpaduan beberapa alat musik yang tak lazim ini mampu mengorkestra irama dari alat music serta membuat penonton yang memenuhi pendapa TBJT terpukau Belasan remaja yang menggawangi penampilan Arum Senopati tak hanya mengundang decak kagum, tetapi juga memperlihatkan betapa kaya dan beragamnya budaya Indonesia. Namun ada yang berbeda dari penampilan Arum Senopati yakni bukan hanya para pemain musik saja yang tampil rancak tapi empat remaja putri menari di depan para pemain musik patrol sambil mengikuti irama musiknya.
Musik patrol memang beda dengan jenis musik lainnya. Ketidaklaziman alat musik yang dimainkan seperti kentongan, drum, balera yang terbuat dari pipa paralon, celengan, gong, kuarti, dan simbal justru membuat suara yang dihasilkan menjadi cukup unik dan menarik perhatian setiap orang yang mendengarkan. Dengan semakin banyaknya perhatian terhadap patrol, bukan tidak mungkin suatu hari nanti musik patrol akan menjadi salah satu ikon budaya Indonesia di mata dunia.
Menggenggam Tradisi di Tengah Modernitas
Pada akhirnya, musik patrol di Sidoarjo adalah sebuah contoh nyata bagaimana tradisi dapat tetap hidup dan berkembang di tengah arus modernisasi. Dengan perpaduan antara tradisi dan inovasi, patrol tidak hanya bertahan, tetapi juga terus berkembang menjadi bentuk seni yang dinamis dan relevan.
Bagi masyarakat Sidoarjo, patrol bukan sekadar musik. Ia adalah bagian dari identitas, cerminan kebersamaan, dan sarana untuk mengekspresikan diri. Dengan semangat gotong royong dan inovasi yang terus menyala, musik patrol akan terus berkibar, menjadi suara yang menggemakan nilai-nilai luhur tradisi di tengah perubahan zaman. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, suara kentongan dan bedug patrol akan menggema di panggung dunia, membawa nama Sidoarjo dan Indonesia ke kancah internasional.
***
Penulis:
Fendra Restyawan
Lahir di Sidoarjo, 4 September 1992. Menuntaskan pendidikan terakhir di Univ. Brawijaya, Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Kesibukan saat ini menjadi pengajar di salah satu sekolah swasta boarding di Kota Sidoarjo.